Ehrlichiosis Pada Anjing

Ehrlichiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit darah Ehrlichia canis atau Ehrlichia ewengii. Penyebarannya merata di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri penyakit ini sering terjadi pada anjing import dari negara eropa dan amerika.
Penyebaran parasit darah ini dapat terjadi melalui gigitan caplak (Rhipicephalus sp. Dan Dermacentor sp.) yang berasal dari hewan yang terinfeksi. Keadaan anjing akan semakin parah dengan tingkat stres yang tinggi dan malnutrisi. Gejala klinis yang dapat dilihat diantara lain adalah demam tinggi, penurunan nafsu makan, feses lembek. Gejala klinis paling parah adalah adanya epistasis atau mimisan.

Pemeriksaan lanjut dilakukan dengan hematologi, analisis kimia darah, dan IDEX SNAP 4DX test. Hasil pemeriksaan IDEX SNAP 4DX test menunjukkan adanya antibodi  dari E. canis atau E. Ewingii.

Pengambilan contoh kasus ada pada kasus berikut. Pemeriksaan penunjang berupa hematologi dan analisis kimia darah juga dilakukan untuk meneguhkan diagnosa.  Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi nilai WBC, RBC, trombosit, limfosit, dan monosit berada di bawah kisaran normal. Menurunnya nilai RBC dapat diakibatkan oleh banyaknya darah yang hilang pada kondisi epistaxis. Infeksi E. canis yang berjalan kronis dapat menyebabkan hipoplasia bone marrow (penurunan pembentukan sel darah merah) yang berdampak pada menurunnya jumlah RBC, WBC, dan platelet atau yang dikenal dengan pancytopenia. Anjing yang menderita ehrlichiosis kronis menunjukkan gejala penurunan berat badan, lymphadenopathy, hemoragi, dan pancytopenia yang berat, selain itu juga terjadi lymphopenia.
Selain itu, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit berada dibawah kisaran normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa anjing menderita anemia normositik normokromik. Pada hasil pemeriksaan darah anjing yang menderita ehrlichiosis akan menunjukkan terjadinya anemia non-regeneratif normositik, trombositopenia, dan leukopenia.

Test
Hasil
Nilai normal
Satuan
WBC
4.52
6-17
109/L
Limfosit
0.86
1-4.8
109/L
Monosit
0.17
0.2-1.5
109/L
Neutrofil
3.42
3-12
109/L
Eosinofil
0.08
0-0.8
109/L
Basofil
0
0-0.4
109/L
Limfosit %
19
12-30
%
Monosit %
3.7
2-4
%
Neutrofil %
75.6
62-87
%
Eosinofil %
1.7
0-8
%
Basofil%
0
0-2
%
RBC
3.30
5.5-8.5
1012/L
Haemoglobin
6.30
12-18
g/dl
Hematokrit
20.05
37-55
%
MCV
61
60-77
Fl
MCH
19
19.5-24.5
Pg
MCHC
31.2
31-34
g/dl
Platelet
8
200-500
109/L
Kimia Darah
Albumin
1.4
2.5-4.4
g/dl
ALP
14
20-150
u/l
BUN
25
7-25
Mg/dl
Kalsium
8.5
8.6-.8
Mg/dl
Glukosa
132
60-110
Mg/dl
TP
4.4
5.4-8.2
g/dl

Trombositopenia merupakan abnormalitas yang ditemukan pada 90% kasus ehrlichiosis. Trombositopenia yang terjadi pada kasus ehrlichiosis diakibatkan oleh sel-sel mononuklear yang terinfeksi oleh parasit Ehrlichia sp. sel-sel mononuklear yang terinfeksi oleh parasit Ehrlichia sp. akan termarginasi di kapiler-kapiler darah atau bermigrasi ke jaringan endotel sehingga menyebabkan terjadinya peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis) saat fase akut. Infeksi oleh parasit Ehrlichia menyebabkan kerusakan immune-mediated pada trombosit akibat autoreactive antibodies yang melekat pada  trombosit sehingga dapat memperpendek masa hidup trombosit. Penurunan trombosit yang drastis menyebabkan epistasis (mimisan).


Pada kasus ehrlichiosis akut dapat terjadi perubahan kimia darah yang tidak spesifik seperti peningkatan kadar alkaline transaminase (ALT), ALP, Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin dan bilirubin. Pada kasus akut juga terjadi hyperglobulinemia yang secara progresif meningkat 1 – 3 minggu pasca infeksi. Selain itu, pada kondisi akut terjadi penurunan kadar albumin dan proteinuria (protein di dalam urin) yang dapat disertai atau tanpa azotemia (kejang). Pada kasus ehrlichiosis kronis juga terjadi hyperglobulinemia, hypoalbuminemia, peningkatan kadar BUN dan kreatinin.
 Pada pemeriksaan kimia darah nilai enzim Alkaline Phospatase (ALP) dan protein juga mengalami penurunan.  Penurunan kadar kalsium juga terjadi pada pemeriksaan kimia darah namun tidak terlalu signifikan sedangkan kadar glukosa mengalami peningkatan.  Perubahan pada kimia darah dapat terjadi pada kasus ehrlichiosis baik yang bersifat akut maupun kronis. Alkaline Phospatase (ALP) merupakan enzim yang ditemukan pada organ hati. Pada kasus ehrlichiosis, keadaan trombositopenia akan menyebabkan terjadinya diathesis hemoragi yang akan meningkatkan kerja hati. Pada saat terjadi hemolisis jumlah enzim ALP dalam darah akan mengalami penurunan.  ALP berperan penting dalam diagnosa penyakit hati dan tulang serta terjadinya hemolisis.  ALP merupakan enzim yang diaktivasi oleh ion Zn dan Mg.  Penurunan kadar ALP terjadi akibat pelepasan ion-ion Zn dan Mg pada darah akibat dari terjadinya proses pendarahan sehingga proses hemolisis menjadi terganggu.
Penurunan kadar protein dalam darah dapat terjadi akibat gangguan hati, ginjal, malabsorpsi dan malnutrisi.  Asupan protein yang kurang dapat menyebabkan pendarahan dan letargi.  Hal ini disebabkan oleh tubuh mengambil suplai protein di dalam otot untuk mencukupi kebutuhan protein sehingga otot-otot tubuh menjadi lemah.  Penurunan kadar albumin disebabkan oleh kehilangan cairan dalam tubuh ataupun pendarahan yang hebat.  Hipoalbuminemia juga terjadi pada hewan yang mengalami malabsorpsi dan gangguan hati.  Apabila terjadi gangguan hati seperti hepatomegali (perbesaran hati), sirrhosis hati atau ikterus (penyakit kuning), maka proses sintesis albumin di dalam hati akan terganggu.  Albumin secara non spesifik berfungsi sebagai transport protein untuk sejumlah substansi seperti asam lemak bebas, ion-ion tertentu (contohnya Zn dan Ca) dan bilirubin.  Apabila kadar albumin dalam darah berkurang maka ion-ion yang berperan untuk mengikat darah akan lepas sehingga terjadi pendarahan.  Penurunan kalsium merupakan dampak dari penurunan albumin yang signifikan.  Sebesar 50% kalsium terikat oleh albumin di dalam darah.  Beberapa peneliti juga menggunakan kalsium dalam perhitungan konsentrasi albumin yang abnormal sehingga albumin dan kalsium saling berikatan satu sama lain.
Pada pemeriksaan kimia darah terlihat peningkatan kadar glukosa darah. Peningkatan kadar glukosa darah dapat disebabkan oleh beberapa kausa. Salah satunya adalah akibat hewan dalam keadaan stres.  Peningkatan kadar glukosa dalam darah dapat diakibatkan oleh stres pada hewan saat handling.  Stres yang terjadi disebabkan oleh tingginya kadar hormon kortisol yang berperan dalam proses glukoneogenesis.  Keadaan stres faktor neurohormonal yang merupakan respon terhadap stres akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin sehingga produksi glukosa akan meningkat. Hormon kortisol dapat meningkat akibat aktivitas yang berlebihan dan suhu yang tinggi. Hal tersebut mempengaruhi kadar glukosa dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah.
Tingkat keparahan ehrlichiosis dapat ditentukan oleh umur, ras, dan daya tahan tubuh hewan. Selain itu, infestasi caplak Rhipicephalus sanguineus yang tinggi menjadi predisposisi utama terjadinya penyakit ini.
Pengobatan dini sangat penting untuk kasus ehrlichiosis anjing. Pengobatan awal sangat menentukan keberhasilan dari terapi, untuk kasus yang kronis disertai dengan komplikasi lain mungkin memerlukan terapi pengobatan berkelanjutan Pengobatan ehrlichiosis dilakukan dengan pemberian antibiotik. Hanya beberapa antibiotik yang efektif untuk mengobati ehrlichiosis.  
Beberapa kasus Ehrlichiosis membutuhkan terapi suportif, seperti transfusi darah atau trombosit. Terapi supportif dilakukan dengan pemberian anti fibrinolitik, vitamin, dan terapi cairan. Penanganan epistaxis dilakukan dengan pemberian Tranxemic Acid, vitamin K3 melalui rute IV dan vitamin K serta Carbazochrome® secara oral.  Pemberian multivitamin dilakukan secara IV untuk memperbaiki kondisi tubuh anjing. Pemberian terapi cairan dilakukan dengan infus secara intra vena. Pada cairan infus diberikan kalsium glukonas untuk memperbaiki kondisi hipokalsemia yang terjadi akibat hilangnya darah dalam jumlah besar.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyakit pada sapi perah : Endometritis

Rhipicephalus sanguineus pada Anjingdan Pengendaliannya

Limfonodus pada Ayam