Rhipicephalus sanguineus pada Anjingdan Pengendaliannya
Rhipicephalus sanguineus memiliki nama lain brown dog tick
dan kennal tick. Pada anjing R. sanguineus biasa ditemukan di telinga
dan diantara jari. Fase yang belum
dewasa lebih memilih untuk hinggap di rambut sekitar leher. Berikut adalah
taksonomi dari R. sanguineus:
Kelas : Arachnida
Sub-kelas : Acari
Ordo : Parasitiformes
Sub-ordo : Ixodida (Metastigmata)
Famili : Ixodidae
Genus : Rhipicephalus
Spesies : Rhipicephalus
sanguineus
Morfologi Rhipicephalus sanguineus
Rhipicephalus
sanguineus memliki
telur sangat kecil, bulat, dan coklat tua. Telur yang baru menetas dinamakan larva
memiliki panjang 0.54 mm dan lebar 0.39
mm, serta hanya
memiliki tiga kaki. Nimfa memiliki
empat pasang kaki dan sama seperti caplak dewasa. Nimfa memiliki ukuran panjang, 1.14-1.3 mm dan lebar
0.57-0.66 mm. Nimfa
belum dewasa secara seksual yaitu tidak memiliki
lubang genital. Sama dengan nimfa, caplak dewasa memiliki empat pasang
kaki, tetapi caplak dewasa memiliki ukuran yang lebih
besar dan matang secara seksual. Caplak jantan lebih pipih dari caplak betina dengan ukuran panjang
2.28-3.18 mm dan lebar 1.11-1,.8
mm, berwarna coklat kemerahan dengan lubang-lubang kecil yang tersebar di belakang. Sebelum menghisap
darah caplak betina memiliki ukuran yang hampir sama dengan caplak jantan yaitu
panjang 2.4-2.7 mm dan lebar 1.44-1.68
mm. Namun setelah menghisap darah ukuran caplak betina
dapat bertambah besar dan menjadi panjang 11.5 mm serta lebar 7.5 mm
lebar (Torres 2007).
Gambar 1 a. Larva Rhipicephalus sanguineus, b. nimfa Rhipicephalus sanguineus, c. caplak jantan dewasa, dan d. caplak betina dewasa (Tick Encounter Resource Centre 2014).
Tubuh caplak keras memiliki bentuk bulat
telur dan mempunyai kulit (integument) yang keras. Caplak memiliki skutum di
bagian dorsal atau perisai yang menutupi
bagian dorsal caplak jantan, sedangkan pada betina skutum hanya menutupi
sepertiga bagian anterior tubuh. Oleh karena itu, tubuh caplak betina dapat
berkembang lebih besar dari pada caplak jantan setelah menghisap darah. Mata
caplak baik pada jantan ataupun betina terletak di bagian lateral pada sisi
lateral skutum (Hadi dan Soviana 2010).
Secara umum tubuh caplak dapat dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu gnatosoma dan idiosoma (abdomen). Pada bagian gnatosoma
dijumpai kapitulum (kepala) dan alat-alat mulut yang terletak dalam suatu
rongga yang disebut kamerostom. Bagian dasar kapitulum adalah basis kapituli
yang berhubungan dengan bagian idiosoma. Pada bidang dorsal basis kapituli
caplak betina terdapat daerah berpori. Alat mulut caplak terdiri atas sepasang
histosom, kelisera, dan pedipalpus. Hipostom memiliki barisan gerigi yang
mengarah ke belakang. Fungsi organ ini adalah untuk memperkokoh tautan caplak
pada tubuh inang. Kelisera terdiri atas dua ruas, dan ujungnya dilengkapi
dengan dua atau lebih kait yang dapat digerak-gerakkan, kait-kait ini berfungsi
untuk membuat sayatan pada kulit inang secara horizontal agar hipostom dapat
masuk ke dalam kulit. Pedipalpus terdiri atas 3 sampai 4 ruas yang terletak di
sisi hipostom.organ ini merupakan alat sensori sederhana untuk membantu proses
makan caplak (Oliveira et al. 2005).
Idiosoma adalah bagian posterior tubuh
caplak. Pada bagian ini terdapat tungkai. Nimfa dan caplak dewasa memiliki
empat pasang tungkai. Sedangkan larva caplak memiliki 3 pasang tungkai.
Peruasan tungkai pada caplak yaitu dimuai dari pangkal yaitu koksa, trokanter,
femur, genu, tibia, dan tarsus. Diujung tarsus terdapat apotale (ambulakrum).
Pasangan tungkai pertama memiliki alat sensori yang dinamakan organ haller.
Organ ini berfungsi sebagai alat reseptor. Melalui oragan haller caplak dapat
mendeteksi inang yang cocok yang dapat menerjemahkan bau feromon yang
dikeluarkan caplak lain (Torres 2007).
Pada bagian posterior tubuh terdapat
marginal festoon. Lubang kelamin caplak terletak antara koksa I dan koksa II.
Sedangkan lubang anus terletak di ventral di bagian subterminal. Rhipicephalus sanguineus merupakan
caplak berumah tiga dimana setiap stadium larva, nimfa dan dewasa masing-masing
memiliki inang yang berbeda.
Gambar 2 A. Caplak jantan. a. skutum, b. idiosoma, c. gnatosoma, d. trokanter, e. femur, f. genu, g. tibia, h. tarsus, i. apotale. B. Bagian mulut caplak a. kapitulum, b. basis kapituli, c. kelisera, d. hipostom, e. kait hipostom. C. ventral caplak. ca. basis kapituli, id. alat genitalia, g. lubang anus. (Tick Encounter Resource Centre 2014; Torres 2007).
Siklus hidup
Spesies ini memiliki siklus tiga rumah inang. Perkawinan terjadi pada tubuh inang. Setelah
fertilisasi, betina akan makan selama kurang lebih 14 hari kemudian caplak
betina tersebut akan jatuh ke bawah dan menempatkan sekitar 4000 telur di tempat-tempat tertentu
kemudian betina tersebut akan mati. Kumpulan telur akan dapat ditemukan di
celah-celah sempit di dinding atau atap kandang anjing karena kebiasaan betina
yang suka menempel keatas. Telur akan menetas setelah 17-30 hari. Larva
kemudian akan makan selama 6 hari kemudian akan jatuh ke tanah dan berganti
kulit menjadi fase nimfa selama 5-23 hari.
Pada ketiga fase ini akan makan selama 4-9 hari, kemudian akan jatuh dan
berganti kulit menjadi fase dewasa. Pada kondisi yang mendukung, siklus hidup
membutuhkan kurang ebih 63 hari, maka dari itu beberapa generasi dapat muncul
tiap tahun. Namun dalam keadaan yang tidak mendukung larva yang tidak
mendapatkan makan dapat bertahan hidup selama 9 bulan, nimfa dapat bertahan
selama 6 bulan, sedangkan caplak dewasa yang tidak mendapat makan dapat
bertahan selama 19 tahun.
Gambar 7 Siklus Hidup R. sanguineus (Newman dan LeFevre 2011)
Distribusi georgrafi
Caplak ini tersebar di seluruh dunia. Spesies ini dipercaya berasal dari Afrika, namun pada saat ini merupakan spesies yang paling
tersebar luas di seluruh dunia.
Patogenesis
R. sanguineus merupakan parasit utama pada anjing dan bertanggung jawab dalam
penyebaran Babesia canis dan Ehrlichia canis dan dapat menyebabkan tick
paralysis pada anjing. Caplak ini juga dapat mentransmisikan berbagai
infeksi protozoa, virus, dan
riketsia dari hewan dan manusia, termasuk Theileria equi dan B. caballi pada kuda, Anaplasma
marginale di Amerika Utara, Hepatozoon
canis pada anjing, Coxiella burnetti,
Rickettsia conorii, R. rickettsii, Pasteurella tularensis,
Borrelia hispanica, dan virus yang menyebabkan penyakit Nairobi pada domba. Rhipicephalus
sanguineus juga merupakan vektor penyakit east coast fever (Theileria
parva) pada sapi, Babesia perroncitoi
dan Babesia trautmanni pada babi.
Gejala Klinis
Menurut Matzigkeit (1990) gejala klinis
yang dapat dilihat pada pada anjing yang
terinfeksi caplak Rhipicephalus
sanguineus diantaranya kerusakan mekanis pada kulit inang (integumen),
dermatosis (kerusakan kulit), peradangan (kemerahan kulit), gatal, kebengkakan
dan ulserasi akibat infeksi sekunder. Caplak melekat pada inang dengan hipostom
yang terbenam di dalam kulit, sehingga gigitan atau bekas gigitan caplak akan
mengiritasi dan dapat menyebabkan peradangan pada kulit serta menimbulkan rasa
gatal. Bila bagian yang gatal digaruk, digigit atau dijilat, dapat menyebabkan
kulit lecet, luka dan kadang-kadang bernanah akibat infeksi sekunder oleh bakteri.
Infestasi caplak dan iritasi kulit, merusak tubuh yang dapat menurunkan
keindahan rambut anjing.
Anemia hemolitik pada infestasi caplak merupakan
anemia yang cukup parah. Seekor R. sanguineus betina dapat menghisap 1
sampai 3 ml darah dalam melengkapi siklus hidup selama berada pada inang. Bila infestasi caplak dalam
jumlah banyak, maka akan membuat hewan yang dihinggapi dengan cepat kehilangan
banyak darah dan hewan akan lemah, dengan selaput lendir yang sangat pucat.
Caplak merupakan vektor (pembawa) protozoa Babesia
sp. yang merusak eritrosit hewan sehingga memperparah anemia. Kerusakan
sistemik dapat menimbulkan paralisis (kejang) akibat caplak (tick paralysis).
Gejala yang dapat diamati antara lain peningkatan suhu tubuh, kesulitan
bernafas, jantung ang berdetak cepat dan keras sebagai kompensasi memompa darah
keseluruh tubuh dan kadang-kadang kematian akibat paralisis pernafasan atau
jantung (Matzigkeit 1990). Bila dibiarkan lama (kondisi kronis) maka hewan akan
mengalami kekurusan (kaheksia) akibat dari kurangnya suplai nutrisi ke seluruh
tubuh.
Pengendalian dan Pencegahan
R. sanguineus dapat dikendalikan melalui berbagai cara,
salah satunya adalah dengan manajemen pemeliharaan dan perawatan anjing (inang)
yang baik dan tepat. Manajemen tersebut terdiri atas pemeliharaan kandang dan
pemeliharan anjing. Pemeliharaan kandang dilakukan dengan menutup dan meminimalkan adanya celah-celah pada
pintu, jendela, dinding, maupun lantai. Kandang dibersihkan secara rutin dengan
menggunakan desinfektan hingga ke celah-celah dan seluruh bagian kandang yang
bertujuan agar caplak yang bersarang maupun telur-telur caplak yang disimpan
dapat dibersihkan (Roelandt dan D’hondt 2013). Pada manajemen pemeliharaan anjing,
jika memungkinkan sebaiknya anjing di kandang masing-masing 1 ekor agar tidak
terjadinya penularan caplak antar inang.
Pengobatan yang dapat diberikan
pada anjing berupa: fipronil (spray dan spot-on), amitraz (tick
collar), permethrin (spray dan shampoo), deltamethrin
(shampoo), dan cypermethrin (spray dan shampoo) yang diketahui
efektif dalam mengendalikan infestasi caplak (Ayodhya 2014). Pour-on (tabur) atau spot-on (tetes) merupakan aplikasi yang mudah untuk
menerapkan dan bersifat long-acting. Salah
satu produk yang paling efektif adalah
fipronil. Obat akan tersebar pada
kulit dan disimpan
dalam kelenjer sebaceous. Bahan aktif ini efektif sampai satu bulan. Aplikasi obat antiektoparasit
menggunakan aplikasi spray atau semprotan ini bertahan tujuh
sampai 14 hari. Bahan aktif umumnya mengandung organofosfat, piretroid sintetik atau formamidin (Small dan Morton,
2010).
Treatment yang
lebih efektif yang dapat digunakan pada anjing adalah dalam bentuk collar yang mengandung bahan kimia dan
dilepaskan secara perlahan dan dapat melindungi anjing dari caplak dalam waktu
yang relatif lama. Bahan kimia yang terkandung berupa kombinasi antara 10% imidacloprid
dengan 4.5% flumethrin. Penggunaan kombinasi ini pada anjing dapat menekan
jumlah infestasi caplak (Brianti et
al. 2013).
SIMPULAN
Caplak Rhipicephalus sanguineus merupakan salah satu ektoparasit
yang menyebabkan infeksi kulit dan ditemukan pada anjing. Caplak ini merupakan
vektor penyakit babesiosis yang menyebabkan anemia hemolitik dan sangat
merugikan pada anjing. Infestasi yang berlebihan dan berlangsung lama dapat
menyebabkan kekurusan dan kematian pada anjing. Oleh karena itu, perlu dilakukan
tindakan pencegahan dan pengendalian caplak tersebut.Pengendalian paling mudah adalah dengan manajemen kandang yang baik dan hewan diberikan tick collar yang mengandung bahan aktif 10% imidacloprid
dengan 4.5% flumethrin.
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhya S. 2014.
Management of tick infestation in dogs. J
Adv Vet Anim Res. 1(3):145–147.
Baneth G. 2011. Perspective on canine and feline
hepatozoonosis.Vet. Parasitol.181:3-11
Brianti E, Falsone
L, Napoli E, Prudente C, Gaglio G, Gianneto S. 2013. Efficacy of a combination
of 10% imidacloprid and 4.5% flumethrin in slow release collars to control
ticks and fleas in highly infested dog communities. Parasit Vector. 6:210–217.
Dantas-Torres F, Chomel BB, Otranto D. 2012. Ticks and
tick-borne diseases: a One Health perspective. Trends Parasitol. 28:437-446
Depari EN. 2014. Efikasi
Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus). Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Hadi
UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit Pengendalian, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. Bogor (ID). IPB Press.
Lorusso V, Dantas-Torres F, Lia RP, Tarallo VD, Mencke
N, Capelli G, Otaranto D. 2010. Seasonal dynamics of the brown dog tick, Rhipicephalus sanguineus, on a confined
dog population in Italy. Med. Vet.
Entomol.24: 309-215
Matzigkeit
U. 1990. Natural Veterinary Medicine:
Ectoparasites In The Tropics. Weikersheim (GE). Agrecol.
Newman J, LeFevre L. 2011. Life Cycle of Brown Dog Tick: dalam Brown Dog Tick [internet]. http://entnemdept.ufl.edu/creatures/urban/medical/brown_dog
_tick.htm
Oliveira
PRD, Bechara GH, Denardi SE, Saito KC, Nunes ET, Szabo MPJ, Mathias MIC. 2005.
Comparison of the external morphology of Rhipicephalus
sanguineus (Latreille, 1806) (Acari: Ixodidae) ticks from Brazil and
Argentina. Veterinary Parasitology
129: 139–147.
Roelandt S, D’hondt B. 2013. Alien Spesies in
Belgium: A fact sheet for Rhipicephalus sanguineus. Belgian (BE): Alien
alert.Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 2007. Veterinary
Parasitology. Oxford (UK): Blackwell Publishing Ltd.
Tick
Encounter Resource Centre. 2014. Rhipicephalus
sanguineus. [Internet]. [tersedia pada: http://www.tickencounter.org/tick_identification/rocky_
mountain_wood_tick [diunduh 9 Oktober 2014].
Torres
FD. 2007. The brown dog tick, Rhipicephalus
sanguineus (Latreille, 1806) (Acari: Ixodidae): From taxonomy to control. Veterinary Parasitology 152: 173–185.
Walker JB, Keirans JE, Horak IG. 2000. The Genus Rhipicephalus (Acari, Ixoidae). A Guide
to the Brown Ticks of the World.Cambridge (UK): Cambridge Univ. Press
Small
L, Morton R. 2010. The Brown Dog Tick (Rhipicephalus
sanguineus). Nortern Territory Goverment.
Nuhun a catatan na 😁
BalasHapusKanggo tugas
sippp
Hapusini jurnal penelitian punya siapa ya, mohon disertakan
BalasHapus