Penyakit pada sapi perah : Retensio Sekundinarum




Retensio sekundirum merupakan penyakit reproduksi yang sering terjadi pada sapi perah. Retensio sekundinarum ditandai dengan tidak terlepasnya plasenta lebih dari 12 jam. Plasenta terlihat menggantung di mulut vulva. Secara fisiologis plasenta merupakan gabungan antara plasenta foetalis dengan plasenta maternalis, memiliki fungsi sebagai penyalur nutrisi pada fetus dan pembuangan sisa metabolisme fetus selama kebuntingan berlangsung. Sapi memiliki plasenta multipleks atau disebut juga kotiledonaria terdiri atas plasenta anak (kotiledon) dan plasenta induk (karankula), penggabungan antara keduanya disebut dengan plasentoma yang berhubungan seperti bungkul dengan kancing. Secara fisiologis pengeluaran plasenta terjadi 6 - 12 jam post partus (Dalam Noordin 2012).
      
A. Proses manual removal, B. Plasenta yang berhasil dikeluarkan dengan cara manual removal, dan C. Plasenta sapi yang tidak dapat dikeluarkan dengan manual removal.
Menurut Kimura et al. (2002) selama kehamilan terjadi penurunan respon imun untuk menghindari penolakan plasenta anak. Penurunan respon imunitas merupakan salah satu penyebab retensio sekundinarum. Sapi yang mengalami retensio sekundinarum setelah kelahiran normal disebabkan penurunan kemotaksis leukosit dan penurunan fagositosis sebelum kelahiran. Penurunan imunitas tubuh menyebabkan penurunan kadar neutrofil. Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan retensio sekundinarum. Vitamin E dan selenium dapat meningkatkan kemotaksis dan leukosit di fetomaternal junction. Di dalam Noordin (2012) retensio sekundinarum dapat disebabkan faktor mekanis (canalis cervicalis terlampau cepat menutup yang disebabkan oleh proses involusi uteri yang terlampau cepat terjadi), faktor hormonal dimana kandungan oksitosin yang kurang sehingga kemampuan kontraksi untuk mengeluarkan plasenta menjadi berkurang.
Pada kedua kasus pengamatan gejala klinis sapi yang dapat dilihat dan keadaan yang dapat dirasakan di dalam uterus melalui eksplorasi vagina, kemungkinan kedua sapi mengalami retensio sekundinarum karena adanya infeksi bakteri. Hal ini dapat dihubungkan dengan keadaan kandang yang kotor dan badan sapi yang penuh dengan kotoran terutama di bagian perianal. Selain itu, ketika dilakukan eksplorasi vagina perlekatan plasentoma sangat kuat sehingga menyulitkan dokter hewan melakukan manual removal.
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penanganan retensio sekundinarum diantaranya manual removal, pemberian antibiotik lokal, dan antibiotik secara sistemik. Manual removal dapat dilakukan jika perlekatan diantara kotiledon dan karankula tidak terlalu erat. Namun manual removal dapat menyebabkan adanya infeksi. Maka dari itu dalam penangnannya harus dilakukan dengan baik.  Penanganan menggunakan antibiotik lokal dengan sediaan cairan ataupun bolus dapat mengatasi retensio sekundinarum. Namun hal yang berbeda terjadi pada pengobatan antibiotik secara sistemik. Pemberian antibiotik secara sistemik tidak selalu dapat mengatasi kejadian retensio sekundinarum. Selain itu, penggunaan hormon PGF2α dan oksitosin terbukti efektif membantu dalam menuntaskan retensio sekundinarum. PGF2α dan oksitosin dapat membantu kontraksi uterus sehingga mempercepat pelepasan plasenta (Drillich et al. 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Drillich, M., N. Klever., W. Heuwieser. 2007. Comparison of two management strategies for retained fetal membranes on small dairy farms in Germany. J Dairy Sci. 90: 4275–4281.
Noordin, M. 2012. Teknik Penanganan Gangguan Kelahiran pada Sapi. IPB Press. Bogor.
Kimura, K., J. P. Goff., M. E. Kehrli., T. A. Reinhardt. 2002. Decreased neutrophil function as a cause of retained placenta in dairy cattle. J Dairy Sci. 85: 544–550.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyakit pada sapi perah : Endometritis

Rhipicephalus sanguineus pada Anjingdan Pengendaliannya

Penggunaan, cara kerja dan efek samping Atropin, Xylazine, dan Ketamin sebagai Obat Anastesi Total pada Kucing dan Anjing