Kelainan-kelainan yang terjadi pada nekropsi ayam dan kemungkinan penyebabnya
Traktus Respiratori
Peradangan pada kantung hawa (air sacculitis). Perubahan makroskopis
pada air sacculitis dapat diamati pada perubahan ketebalan, opasitasnya,
dilatasi pada pembuluh darah setempat, atau keberadaan eksudat (Matthijs et al. 2005). Ayam yang terserang air sacculitis mengalami kesulitan bernafas dikarenakan tidak ada
pemberi udara cadangan untuk paru-paru.
Air sacculitis terjadi pada penyakit yang menyerang
saluran pernafasan. Penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan pada saluran
pernafasan ayam diantaranya Mycoplasmosis,
IB, AI,coryza atau snot, ND, colibasillosis, dan fowl cholera. Gejala klinis
yang ditunjukkan oleh mycoplasmosis adalah ngorok, sinusitis, konjungtivitis,
sinus mengbengkak, batuk, mengalami kebengkakan pada daerah kepala, peningkatan
air liur. Patologi anatomi mycoplasmosis selain adanya air sacculitis adalah
adanya eksudat kataral pada sinus, trakhea, dan bronkus. Adanya gejala
pneumonia, perikarditis, dan perihepatitis (Matthijs et al. 2005). Menurut Lay (2012) air saculitis timbul karena
gabungan Mycoplasma sp. dengan IB atau ND. Selain itu kecenderungan air
saculitis yang disebabkan Mycoplasma sp. adalah mengandung eksudat kataral.
Pada kasus Infectious Bronchitis (IB) gejala umum yang
terjadi adalah ngorok, hidung dan mata bereksudat, sinus membengkak, dan bulu
kusam. Patologi anatomi dapat ditemukan air sacculitis yang berbusa pada
kejadian akut dan akan menebal serta menjadi keruh dengan eksudat kaseosa pada
stadium selanjutnya. Pada ayam broiler ditemukan kuning telur di ruang abdomen.
Selain itu ditemukan adanya kelainan
pada ginjal yaitu terjadi kebengkakan ginjal, belang pucat seperti motif batik.
Pada penyakit coryza gejala klinis yang sering ditemukan
adalah peradangan pada saluran pernafasan atas dengan ciri konjungtivitis,
edema kepala dan sinusitis dengan eksudat kataral. Pial dan jengger terlihat
bengkak serta ngorok ketika bernafas. Patologi anatomi yang dapat diamati
diantaranya peradangan kataralis pada mukosa bagian atas (rhinitis dan
sinusitis). Infeksi menjalar ke saluran pernafasan bagian bawah menjadi laringitis,
trakheitis dan air sacculitis selanjutnya penyakit ini dapat menyebabkan
perikarditis dan perihepatits. Coryza merupakan penyakit yang jarang berdiri
sendiri, biasanya beriringan dengan penyakit lain (Sandoval et al. 1994).
Pada penyakit AI gejala klinis yang dapat ditemukan
diantaranya kematian tinggi, ngorok, jenger dan pial biru, hemoragi pada
tungkai dan permukaan tubuh, adanya gejala syaraf. Patalogi anatomi yang dapat
diamati pada kasus AI diantaranya konjungtivitis, jengger dan pial nekrosa,
sinusitis, laryngitis, trakheitis disertai petekhi, heperemi otak, adanya
hemoragi pada tungkai, dan adanya hemoragi pada proventrikulus.
sinusitis kataralis dan laryngitis kataralis. Eksudat kataral dihasilkan dari
peningkatan mukus yang berasal dari sel goblet. Peningkatan mukus dapat terjadi
dikarenakan infeksi mikroba berupa bakteri maupun virus. Keadaan kandang juga
dapat menyebabkan adanya eksudat kataralis yang berasal dari benda asing
seperti debu, amonia, dan kotoran. Eksudat kataral berbentuk kental,
translucent, terkadang disertai oleh sel debri, dan leukosit. Pada kasus yang
kronis secara mikroskopis ditemukan proliferasi sel goblet. Ketika reaksi
inflamasi semakin parah dan terjadi infeksi sekunder dari miroorganisme lain,
maka eksudat akan diinfiltrasi oleh neutrofil
yang menyebabkan eksudat menjadi lebih keruh yang dikenal dengan istilah
mukopurulen (McGavin dan Zachary 2010). Sinusitis dan laryngitis dapat
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyerang saluran pernafasan seperti
mycoplasmosis, IB, AI, dan coryza.
Pada penyakit yang menyerang saluran pernafasan, ayam
mengalami sindrom kebengkakan kepala (swollen
head syndrome). Sindrom kebengkakkan dimulai karena danya peradangan pada
saluran pernafasan bagian atas, seperti sinusitis, konjungtivitis. Akumulasi
eksudat pada sinusitis dan kanjungtivitis menyebabkan kebengkakkan di
periorbital. Selain itu terjadi cellulitis di daerah kepala yang menyebabkan
penimbunan cairan di daerah subkutan sehingga kepala menjadi bengkak.
Traktus Digestivus
Proventrikulitis adalah kelainan yang terjadi pada proventrikulus. proventrikulus yang mengalami kelainan biasanya terdapat pembesaran dari proventrikilus dengan besar
kelenjar-kelenjar tidak merata. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
proventrikulitis diantaranya adalah IBD, ND, dan avian encephalomyelitis (AE). Pada
penyakit IBD dapat menyebabkan kebengkakan pada berbagai organ limfoid dan jika
berkelanjutan dapat menyebabkan atrofi.
Gumboro merupakan penyakit imunosupresi yang dapat menyebabkan infeksi
sekunder dari mikroorganisme lain seperti mycoplasmosis, IB, ND, dan AI.
Patologi anatomi organ yang dapat ditemukan diantaranya bursa fabrisius
mengalami kebengkakan pada stadium akut sedangkan pada keadaan kronis akan
mengalami atrofi bursa. nekrosis sel timus terjadi secara ekstensif. Pada area nekrosis
ditemukan agregat sel dengan inti yang piknotik, sel debris dan reaksi
fagosistosis pada sel epitel retikuler. Kapsula timus menebal dan daerah antar
lobus melebar karena terjadi odema. (Sitiastuti et al. 2011). Peradangan pada timus dinamakan thymitis. Gambaran
secara histopatologi jaringan parenkim thymus terdiri dari anyaman sel-sel
retikuler saling berhubungan tanpa adanya jaringan pengikat lain, diantara sel
retikuler terdapat limfosit. Sel retikulernya berbentuk stelat seperti didalam
nodus lymphaticus dan lien, tetapi berasal dari endoderm. Hubungan ini lebih
jelas di daerah medulla sampai membentuk struktur epitel yang disebut corpuskulum
hassalli (thymic corpuscle). Masing-masing lobus terdiri dari cortex dan
medulla. Timus memproduksi limfosit dan akan berdeferensiasi menjadi limfosit-T.
Peradangan pada limfonodus dinamakan limfadenitis.
Limfonodus terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla. Bagian
korteks terdiri atas jalinan longgar,
makrofag dan sel retikular serta serat retikulin. Sinus subkapsularis
berhubungan dengan sinus medullaris melalui sinus intermediate yang berjalan dengan trabekula.
Korteks luar dibentuk jalinan sel dan serat retikulin, yang dipenuhi sel B. Di
dalam jaringan limfoid korteks terdapat struktur bulat yang disebut nodul
limfoid. Nodul ini kaya akan limfosit B yang bereaksi terhadap antigen, bertambah besar, dan berproliferasi melalui
mitosis, yang menghasilkan sel-sel besar, basofilik, dengan inti jelas, yang
disebut imunosit. Beberapa nodul memperlihatkan bagian pusat yang terpulas
lebih terang, yang disebut pusat germinal. Pusat germinal biasanya memperlihatkan
sejumlah sel yang bermitosis dan banyak mengandung imunosit. Sel-sel ini
menghasilkan sel plasma penghasil antibodi. Bagian medulla terdiri dari atas
korda medularis yang merupakan perpanjangan korteks dalam yang bercabang-cabang
dan mengandung limfosit B dan sedikit sel plasma. Korda medullaris
dipisah-pisahkan oleh struktur mirip kapiler lebar yang disebut sinus limfoid
medularis. Sinus-sinus ini merupakan rongga-rongga tak teratur yang mengandung
limfe; seperti sinus subkapsularis dan sinus trabekularis, sinus limfoid
medularis sebagian dilapisi oleh sel-sel retikular dan makrofag. Sel dan serat
retikulin seringkali menjembatani sinus-sinus dalam bentuk jalinan longgar.
Pada penyakit ND dapat ditemukan
hemoragi dan nekrotik pada usus halus, proventrikulus, dan caecal tonsil. Lesi
hemoragi dan kongesti pada trakea, air sacculitis, sering ditemukan kuning
telur pada ruang abdomen, dan konjungtivitis.
Kejadian AE pada anak ayam kematian
dapat mencapai 75 % dan secara PA ayam tidak menampakan lesio yang mencolok
akan tetapi pada pemeriksaan histopatologi terdapat lesio di otak berupa
multifocal gliosis, perivascular cuffing, dan degenerasi neuron. Pada
proventrikulus dan pankreas terjadi proliferasi dari sel mononuklear. Pada kejadian
sub akut terlihat adanya multifocal limfositik pada gizzard.
enteritis kataralis adalah peradangan yang terjadi pada usus ayam, biasanya ditandai dengan adanya lendir, dan hemoragi. Penyakit
yang dapat menyebabkan enteritis diantaranya bakteri E. coli, Clostridium perfingens, koksidia, IBDV dan Salmonella sp..
Bakteri E. coli merupakan
bakteri normal yang ada pada saluran pencernaan. Namun pada kondisi tertentu
dapat menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan. E. coli salah satu bakteri sekunder dari bakteri yang lain terutama Mycoplasma gallinarum. Patologi yang
dapat ditemukan pada infeksi E. coli
diantaranya infeksi pada kantong udara, omphalitis, koliseptisemia, enteritis. biasanya
diikuti perikarditis dan perihepatitis (Tabbu 2000). Infeksi pada kantung hawa Secara
mikroskopis lesi mengandung edema dan infiltrasi heterofil. Terdapat banyak
proliferasi fibroblastik dan akumulasi sejumlah besar heterofil nekrotik di
dalam eksudat kaseosa (Calnek 1997). Pada Omfalitis saat abdomen membengkak dan
anak ayam dibuka akan tampak yolk sac tidak
diabsorbsi, tapi dipenuhi oleh cairan tidak berwarna atau coklat dan infeksi
telah menyebar ke seluruh rongga perut. Kandungan normal yolk sac berubah dari viskositas, kuning kehijauan dan cair, kuning
kecoklatan atau masa kaseosa (Calnek 1997). Koliseptisemia yaitu ginjal
membesar dan berwarna hitam. Pada septisemi akut perubahan yang tersifat adalah
hati yang berwarna kehijauan dan otot pektoralis yang kongesti, terdapat
eksudat fibrinus yang menutupi permukaan hati. Secara mikroskopis hati menunjukkan
kongesti disertai infiltrasi heterofil (Tabbu 2000). Enteritis,
Enterotocsigenic (ETEC) yang membebaskan toksin dapat menyebabkan akumulasi
cairan pada usus. Selama infeksi E.
coli akut selalu terdapat cairan menguning (Calnek 1997). Mukosa
usus biasanya mengalami kongesti dan kadang-kadang mengalami deskuamasi akibat
endotoksin yang dihasilkan oleh E.
coli (Tabbu 2000).
Clostridium
perfingens merupakan bakteri normal yang ada di saluran
pencernaan. Ciri khas yang terlihat jika ada infeksi Clostridium perfingens diantaranya adanya nekrosa dan penebalan
dari mukosa saluran pencernaan terutama usus kecil. Dengan gejala klinis berak
berwarna orange. Protozoa yang menyerang saluran pencernaan diantaranya Eimeria sp. Spesies Eiemeria sp. menyerang saluran pencernaan dari usus kecil, usus
besar, caecal tonsil. Diantara banyak spesies yang menyerang ayam, salah satu
yang palin berbahaya adalah Eimeria
tenella. Ciri khas dari infeksi koksidia adalah berak darah. IBDV juga
dapat menyebabkan adanya enteritis selain menyerang organ-organ limfoid. Isi
intestin yang terpapar IBD berupa mukuid (enteritis kataralis) dan anus banyak
kotoran melekat (Tabbu 2000). Salmonella
sp. merupakan bakteri yang menyerang saluran pencernaan menyebabkan gizzard dan
sekum mengalami nekrosa dan terdapat nodul berwarna putih, mukosa usus menebal
dan terdapat eksudat kaseosa, adanya kebengkakan pada hati dan limpa, pada
penyakit yang berkelanjutan dapat menyebabkan nekrosa pada hati. Nekrosa pada
jantung dan paru-paru. Persendian mengandung eksudat kental berwarna kekuningan
(Ahmed et al. 2008).
perihepatitis dan nekrosa hati. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan adanya kerusakan hati diantaranya mycoplasmosis, E. coli, coryza atau snot, Salmonellis, pasteurellosis.
Patologi anatomi pada E. coli, mycoplasmosis,
snot, Salmonellosis telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pasteurellosis
disebabkan oleh bakteri Pasteurella
multocida. Patologi anatomi yang dapat ditemukan diantaranya hemoragi pada
jantung, perdarahan pada jaringan lemak, paru-paru, dan mukosa usus. Terjadinya
kebengkakan limpa, hati nekrosa bersifat multi fokal.
Diagnosa penyakit dari beberapa diferensial penyakit yang
ada, mengarah kepada infeksi dari Mycplasma
gallinarum dan E.coli. Pada
diagnosa penyakit lain tidak mendukung. Ha ini dilihat dari gejala klinis lain
yang ditimbulkan. Pada kasus ini tidak ditemukan adanya kebengkakkan limpa,
kebengkakkan sendi yang merupakan ciri patologi anatomi dari salmonellosis,
tidak ditemukan adanya perdarahan pada jaringan lemak yang merupakan ciri
patologi anatomi dari pasteurellosis. Pada infeksi coryza patologi anatomi yang
ditemukan tidak jauh berbeda, namun pada infeksi coryza organ yang menjadi
infeksi utama adalah air sacculitis.
Kerusakan saluran cerna merupakan salah satu penyebab
adanya sindroma kekerdilan atau Runting Stunting Syndrome (RSS). Sindroma
kekerdilan banyak disebabkan oleh agen penyakit yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan karena perubahan patologi dari saluran cerna, pankreas, kelenjar
tiroid, dan septisemia. Mekanisme yang terjadi diantaranya agen masuk ke dalam
saluran cerna menyebabkan adanya lesio saluran cerna, mengakibatkan malabsorbsi
dan malnutrisi sehingga terjadi gangguan pertumbuhan. Agen yang mengakibatkan
kerusakan pada pankreas sehingga terjadi maldigesti, makanan tidak dapat
diserap oleh vili usus terjadi malabsorbsi dan malnutrisi sehingga terjadi
ganguan pertumbuhan. Agen mengakibatkan perubahan patologi pada kelenjar tiroid
akan mengakibatkan sekresi hormon pertumbuhan sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan. Agen mengakibatkan kondisi septisemia akan menyebabkan kerusakan
pada organ tubuh dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan (Rabel 2006).
Sistem Limfolikuler
Pada sistem limforetikuler terlihat adanya kebengkakan
dan atrofi dari bursa fabrisius serta peradangan pada timus. Beberpa
mikroorganisme yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem limforetikuler
diantaranya IBDV, MD, CIA. Patologi yang terlihat pada pada CIA adalah general
atrofi limfoid yang menyebabkan imunosupresi. Terlihat atrofi timus, perdarahan
pada otot, pendarahan pada sayap yang disebut blue wing disease.
Kebengkakan pada ginjal dapat terjadi karena dehidrasi
pada ayam. Dehidrasi dapat dipicu faktor kandang maupun infeksi mikroorganisme.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kebengkakan ginjal diantaranya IBDV
dan IBV dengan gejala yang hampir sama.
Komentar
Posting Komentar